Algemeene Studie Club di Bandung yang
didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin
lainnya untuk mendirikan partai politik dengan nama Perserikatan Nasional
Indonesia yang kemudian pada tahun 1928 Berganti nama dari Perserikatan
Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia. PNI didirikan di Bandung
pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni Ir. Soekarno (sebagai
ketuanya), Ir. Anwari, Mr. Budiarto, dr. Cipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Dr.
Samsi, Mr. Sunaryo dan Mr. Iskak. Mayoritas dari mereka merupakan mantan
anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru pulang ke indonesia.
Setelah berdirinya Partai Nasional Indonesia para pelajar yang tergabung dalam
Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung
dengan partai ini.
Radikal PNI telah terlihatan sejak awal
berdirinya. Hal ini tercermin melalui anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah
Indonesia merdeka dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, PNI sudah merumuskan program kerja sebagaimana dijelaskan
dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1928, yaitu seperti
berikut:
1. Usaha politik, dengan memperkuat rasa
kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia,
memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan negara
negara di Asia, dan memberantas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan
kehidupan politik.
2. Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang
bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memajukan transmigrasi,
memerangi pengangguran, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan
mendirikan poliklinik.
3. Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan
pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI menbuat
propaganda-propaganda, baik lewat surat kabar, seperti Persatuan Indonesia di
Batavia dan Banteng Priangan di Bandung, maupun lewat para pemimpin khususnya
Bung Karno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang pesat sehingga
menimbulkan kekhawatiran di sisi pemerintah Belanda. Pemerintah selanjutnya
memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri dalam propaganda,
ucapan, serta tindakannya.
Dengan adanya isu bahwa pada awal tahun 1930
PNI akan melakukan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah
Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara masal dan menangkap 4
pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Gatot Mangunprojo, Soepriadinata, dan Maskun
Sumadiredja. Kemudian mereka ber 4 diajukan ke pengadilan di Bandung.