A.
Sejarah Kerajaan Singasari
Pendiri Kerajaan
Singasari adalah Ken Arok. Asal usul Ken Arok tidak jelas. Menurut kitab
Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa Pangkur (sebelah
timur Gunung Kawi). Para ahli sejarah menduga ayah Ken Arok seorang pejabat
kerajaan, mengingat wawasan berpikir, ambisi, dan strateginya cukup tinggi. Hal
itu jarang dimiliki oleh seorang petani biasa. Pada mulanya Ken Arok hanya
merupakan seorang abdi dari Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Ken Arok
setelah mengabdi di Tumapel ingin menduduki jabatan akuwu dan sekaligus
memperistri Ken Dedes (istri Tunggul Ametung). Dengan menggunakan tipu muslihat
yang jitu, Ken Arok dapat membunuh Tunggul Ametung. Setelah itu, Ken Arok
mengangkat dirinya menjadi akuwu di Tumapel dan memperistri Ken Dedes yang saat
itu telah mengandung. Ken Arok kemudian mengumumkan bahwa dia adalah penjelmaan
Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Hal itu dimaksudkan agar Ken Arok dapat diterima
secara sah oleh rakyat sebagai seorang pemimpin.
Tumapel pada waktu
itu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang diperintah oleh Raja
Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin memberontak, tetapi menunggu saat
yang tepat. Pada tahun 1222 datanglah beberapa pendeta dari Kediri untuk
meminta perlindungan kepada Ken Arok karena tindakan yang sewenang-wenang dari
Raja Kertajaya. Ken Arok menerima dengan senang hati dan mulailah menyusun
barisan, menggembleng para prajurit, dan melakukan propaganda kepada rakyatnya
untuk memberontak Kerajaan Kediri.
Setelah segala
sesuatunya siap, berangkatlah sejumlah besar prajurit Tumapel menuju Kediri. Di
daerah Ganter terjadilah peperangan dahsyat. Semua prajurit Kediri beserta
rajanya dapat dibinasakan. Ken Arok disambut dengan gegap gempita oleh rakyat
Tumapel dan Kediri. Selanjutnya, Ken Arok dinobatkan menjadi raja. Seluruh
wilayah bekas Kerajaan Kediri disatukan dengan Tumapel yang kemudian disebut
Kerajaan Singasari. Pusat kerajaan dipindahkan ke bagian timur, di sebelah
Gunung Arjuna.
Kerajaan ini pernah
berjaya pada masa kepemimpinan Kertanagara yang sekaligus menjadi raja terbesar
dalam sejarah Kerajaan. Beliau mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
membuat Sumatera sebagai benteng pertahanan. Kemudian pada tahun 1284, beliau
juga mengadakan ekspedisi untuk menaklukkan Bali.
Runtuhnya Kerajaan
ini adalah akibat dari sibuknya mengirim angkatan perang ke luar Jawa serta
pemberontakan Jayakatwang dan berhasil membunuh Raja Kertanegara. Jayakatwang
kemudian membangun ibukota di Kadiri atau yang sekarang disebut Kediri.
B.
Raja-Raja Kerajaan Singasari
Berikut adalah raja
Kerajaan Singasari dari pertama hingga akhir:
1. Ken Arok
(1222–1227).
Pendiri Kerajaan
Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah
Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari
menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau
Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun
(1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati
(anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–
Buddha.
2. Anusapati
(1227–1248).
Dengan meninggalnya
Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka
waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan
pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian
Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjaya (putra Ken Arok dengan
Ken Umang). Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga
diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjaya) untuk
mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan
ayamnya, secara tiba-tiba Tohjaya menyabut keris buatan Empu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah
Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3) Tohjoyo (1248)
Dengan meninggalnya
Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo
memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama
Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka
dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian
menduduki singgasana.
4) Ranggawuni
(1248–1268)
Ranggawuni naik
takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana
oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan
sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni
membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.
Pada tahun 1254,
Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja
(raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan
Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di
Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai
Siwa.
5) Kertanegara (1268–1292).
Kertanegara adalah
Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan
seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga
orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i
sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti
pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan
oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan
gelar Aria Wiaraja.
Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara
mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275
yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan mengirimkan
patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara. Tujuannya untuk
menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali,
Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin
hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan
kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan menuntut rajaraja di
daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan.
Kertanegara menolak dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tindakan
Kertanegara ini membuat Kublai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya
dengan mengirikan pasukannya ke Jawa.
Mengetahui sebagian
besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol, maka
Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Jayakatwang adalah keturunan
Kertajaya - Raja terakhir Kerajaan Kediri.
Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari dua arah, yakni dari arah
utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan
berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para
pembesar istana. Kertanagera beserta pembesarpembesar istana tewas dalam
serangan tersebut. Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil menyelamatkan
diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria
Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat
pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah yang
bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal usul Kerajaan Majapahit.
Dengan gugurnya
Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini
berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang
dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di
Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog,
yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
C.
Kehidupan Ekonomi
Tidak banyak sumber
prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan secara
jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan
analisis bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas
dapat diduga bahwa rakyat Singasari banyak menggantungkan kehidupan pada sektor
pertanian. Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang melimpah sehingga
menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama tempat-tempat yang
strategis untuk lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai
Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan dari
wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi
andalan bagi pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari.
D.
Kehidupan Sosial-Budaya
Peninggalan
kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan patung.
Candi peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Candi Jago, Candi Kidal, dan
Candi Singasari. Adapun patung-patung yang berhasil ditemukan sebagai hasil
kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai Dewi Prajnaparamita
lambang dewi kesuburan dan Patung Kertanegara sebagai Amoghapasa.
Rakyat Singasari
mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok sampai masa pemerintahan
Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken Arok, kehidupan sosial
masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan kehidupan sosial
masyarakat Singasari kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta
perlindungan kepada Ken Arok ataskekejaman rajanya.
Akan tetapi, pada
masa pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat mulai terabaikan. Hal itu
disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam hingga melupakan pembangunan
kerajaan.
Keadaan rakyat
Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah Wisnuwardhana naik takhta
Singasari. Kemakmuran makin dapat dirasakan rakyat Singasari setelah
Kertanegara menjadi raja. Pada masa pemerintahan Kertanegara, kerajaan dibangun
dengan baik. Dengan demikian, rakyat dapat hidup aman dan sejahtera.
Dengan kerja keras
dan usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara ingin menyatukan
seluruh wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari tercapai juga walaupun
belum sempurna. Daerah kekuasaannya, meliputi Jawa, Madura, Bali, Nusa
Tenggara, Melayu, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
E.
Peninggalan Kerajaan Singasari
Berikut adalah
peninggalan Kerajaan Singasari:
1. Candi Jago
Candi Jago merupakan
salah satu peninggalan Kerajaan Singasari yang mana memiliki arsitekstur yang
memiliki susunan layaknya teras punden berundak. Bentuk dari candi ini cukup
unik, pasalnya bagian atas dari candi ini hanya tersisa sebagian saja.
Karena menurut
sejarah, Candi Jago pernah tersambar petir. Jika Anda berkunjung ke Candi ini,
Anda akan menemukan relief Kunjarakarna serta relief Pancatantra. Batu yang
digunakan pada keseluruhan bangunan candi menggunakan batu andesit. Konon,
candi ini juga digunakan Raja Kertanegara untuk beribadah.
2. Candi Singasari
Letak candi ini
berada di Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, tepatnya di lembah antara
Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Disebutkan dalam Kitab Negarakertagama
dan Prasasti Gajah Mada tahun 1351 Masehi, bahwa candi ini merupakan kediaman
terakhir dari Raja Kertanegara. Yang tidak lain tidak bukan ialah raja
Singasari terakhir.
Disebutkan bahwa Raja
Kertanegara berpulang pada tahun 1292 karena diserang oleh Jayakatwang yang
memimpin tentara Gelang-gelang. Diduga kuat bahwa pembangunan Candi Singasari
ini tidak pernah selesai dibangun.
3. Arca Dwarapala
Arca Dwarapala
merupakan peninggalan Kerajaan Singasari yang memiliki bentuk seperti monster
dengan ukuran yang sangat besar. Menurut juru kunci tempat ini, arca Dwarapala
merupakan sebuah tanda bahwa Anda masuk ke wilayah Kotaraja.
Akan tetapi hingga
saat ini, letak Kotaraja Singasari tidak ditemukan secara pasti. Sehingga Arca
Dwarapala dikategorikan sebagai peninggalan Kerajaan Singasari.
4. Candi Sumberawan
Candi ini merupakan
satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur dan berlokasi sekitar 6
kilometer dari Candi Singasari. Selain sebagai peninggalan Kerajaan, tentu
candi ini juga digunakan oleh umat Buddha pada saat itu.
5. Candi Jawi
Berada di pertengahan
jalan raya antara Pandaan – Prigen serta Pringebukan, candi ini sering dikira
tempat ibadah umat Buddha. Tetapi sebenarnya, tempat ini merupakan tempat untuk
menyimpan abu dari Raja Kertanegara.
Selain di Candi Jawi,
abu dari Raja Kertanegara juga disimpan di Candi Singasari. Sehingga Candi
Jago, Candi Jawi, serta Candi Singasari memiliki hubungan yang erat.
6. Candi Kidal
Salah satu warisan
dari Kerajaan Singasari adalah Candi Kidal dan dibangun sebagai sebuah
penghormatan raja kedua Singasari, yaitu Anusapati. Beliau memerintah Singasari
selama kurang lebih 20 tahun, yaitu sekitar tahun 1227 hingga tahun 1248.
Kematian Anusapati
dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bentuk perebutan kekuasaan Kerajaan serta
diyakini sebagai kutukan Mpu Gandring.
7. Prasasti Singasari
Peninggalan Kerajaan
Singasari ini ditemukan di Singasari, Kabupaten Malang. Prasasti ini dibuat
tahun 1351 Masehi serta ditulis menggunakan aksara jawa. Penulisan prasasti ini
ditujukan untuk mengenang pembangunan candi pemakaman yang dilakukan oleh
Mahapatih Gajah Mada.
Bagian pertama
prasasti ini berisi tanggal prasasti yang sangat detail, termasuk dengan
penggambaran letak benda-benda angkasa. Lalu pada bagian kedua menggambarkan
maksud serta arti dari prasasti ini, yaitu sebagai kabar pembangunan sebuah
caitya atau candi pemakaman.
8. Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri
merupakan sebuah manuskrip yang dibuat pada bagian belakang Arca Manjusri pada
tahun 1343. Awalnya prasasti ini ditempatkan di Candi Jago, akan tetapi
sekarang prasasti ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
9. Prasasti Wurare
Isi dari prasasti ini
merupakan sebuah peringatan penobatan arca Mahaksobhya di tempat bernama
Wurare, sehingga prasasti ini dinamai Prasasti Wurare. Ditulis menggunakan
bahasa Sansekerta serta bertanggal 21 November 1289 atau sekitar tahun 1211
Saka.
Prasasti ini juga
dibuat sebagai penghormatan serta pelambang bagi Raja Kertanegara yang dianggap
sudah mencapai derajat Jina. Tulisan dari prasasti ini ditulis melingkar pada
bagian bawah prasasti.
10. Prasasti Mula
Malurung
Prasasti ini
merupakan sebuah piagam penganugerahan sekaligus pengesahan Desa Mula serta
Desa Malurung untuk seorang tokoh bernama Pranaraja. Bentuk dari prasasti ini
berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Raja Kertanegara tahun 1255
atas perintah ayahnya.
Lempengan ini
ditemukan di dua waktu yang berbeda, yaitu tahun 1975 di sekitar kota Kediri,
Jawa Timur. Kemudian ditemukan lagi pada bulan Mei tahun 2001 di lapak penjual
barang loak yang mana tidak jauh dari lokasi sebelumnya. Semua lempengan ini
sudah disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
No comments:
Post a Comment